THABRANI meriwayatkan beserta sanadnya dari Abdullah bin Muhammad, Umar bin Hafsh, ‘Ammar bin Hafsh, dari ayah-ayah mereka dari kakek-kakek mereka, mereka berkata: Bilal pernah datang menemui Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma, lalu berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah! Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya, amalan yang paling utama bagi orang-orang mukmin adalah berjihad di jalan Allah.
Baca : Bab 6 – Inilah Kisah Semangat dan Kecintaan Para Sahabat Nabi untuk Berjihad di Jalan Allah (2)
Maka aku ingin sekali ikut menjaga
perbatasan negeri ini di jalan Allah, sampai aku mati.”
Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Hai Bilal! Aku mohon kepadamu dengan nama Allah, juga atas nama kehormatanku dan hakku (agar tinggal di Madinah).
Kini usiaku sudah lanjut, kekuatanku sudah melemah, dan ajalku sudah dekat.”
Akhirnya Bilal tinggal (di Madinah) bersama Abu Bakar.
Kemudian setelah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, Umar radhiyallahu ‘anhu datang dan berkata kepada Bilal seperti perkataan Abu Bakar.
Namun Bilal menolaknya. Maka Umar berkata kepada Bilal, “Lalu siapakah yang akan mengumandangkan azan, hai Bilal?”
Jawab Bilal, “Serahkan kepada Sa’d (bin ‘A`idz), karena ia pernah mengumandangkan azan di masjid Quba pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Lalu Umar menyerahkan tugas azan kepada Sa’d dan anak keturunannya sepeninggalnya.
(Haitsami (5/274) berkata bahwa dalam sanadnya terdapat Abdurrahman bin Sa’d bin ‘Ammar. la adalah rawi yang dhaif.
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Ibnu Sa’d (3/168) dengan sanad ini, dengan lafal yang sebagian besarnya sama.
Ibnu Sa’d meriwayatkan beserta sanadnya pula dari Musa bin Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, ia berkata; Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, Bilal mengumandangkan azan, dan ketika itu jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam belum dikuburkan.
Maka banyak orang yang menangis
di dalam masjid tatkala Bilal menyerukan kalimat azan: (artinya) Aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah.
Kemudian setelah jenazah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikebumikan, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Bilal, “Kumandangkanlah azan.”
Bilal berkata, “Jika dahulu engkau memerdekakanku agar aku selalu menyertaimu, aku akan melakukannya.
Namun jika engkau memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bersama Dzat Yang karena-Nya engkau merdekakan aku.”
Abu Bakar berkata, “Aku memerdekakanmu semata-mata karena Allah.”
Kata Bilal, “Jika demikian, aku tidak akan mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu Bakar berkata, “Silakan! Itu terserah kepadamu.”
Lalu Bilal tetap tinggal di Madinah, hingga ketika berangkat rombongan yang akan dikirim ke Syam, Bilal turut berangkat bersama mereka sampai tiba di Syam.
Diriwayatkan pula dari Sa’id bin Musayyab bahwa ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu duduk di atas mimbar pada hari Jumat, Bilal radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Abu Bakar!”
“Ya?!” Sahut Abu Bakar.
Bilal berkata, “Dahulu engkau memerdekakan aku karena Allah ataukah untuk dirimu sendiri?”
“Karena Allah semata-mata,” jawab Abu Bakar.
Bilal berkata, “Kalau begitu, izinkanlah aku untuk mengikuti perang di jalan Allah.”
Maka Abu Bakar mengizinkannya.
Lalu Bilal pergi ke Syam hingga akhirnya wafat di sana.
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul-Auliya (1/150) dari Sa’id (bin Musayab) dengan lafal yang sebagian besarnya sama.
Sikap Miqdad Radhiyallahu ‘Anhu Menolak Meninggalkan Jihad Berdasarkan Ayat yang Memerintahkan untuk Berangkat Berjihad
Abu Nu’aim meriwayatkan beserta sanadnya dalam kitab Hilyatul-Auliya
(9/47) dari Abu Yazid Al-Makki, ia berkata: Abu Ayyub dan Miqdad radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Kami diperintahkan untuk berangkat berjihad bagaimanapun juga keadaannya.”
Keduanya mendapatkan pemahaman tersebut dari ayat ini: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat.” (QS. At-Taubah: 41).
Abu Nu’aim meriwayatkan beserta sanadnya dalam kitab Hilyatul-Auliya
(1/176) dari Abu Rasyid Al-Hubrani, ia berkata: Tanpa sengaja, aku pernah bertemu Miqdad bin Aswad radhiyallahu ‘anhu, salah seorang tentara berkuda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ketika itu ia sedang duduk di atas sebuah peti milik para penukar mata uang di kota Hims.
Sisi atas peti tersebut tidak bisa menampung badannya, karena badannya yang demikian besar (gemuk). Ketika itu ia ingin pergi berperang.
Aku pun berkata kepadanya, “Allah telah memberimu keringanan untuk tidak ikut berperang.”
Miqdad berkata, “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat.” (QS. At-Taubah: 41).
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Thabarani dari Abu Rasyid dengan lafal yang sebagian besarnya sama.
(Haitsami (7/30) berkata bahwa dalam sanadnya terdapat Baqiyyah bin Walid, ia sedikit dha’if, namun ada yang menyatakannya tsiqat.
Sedangkan para rawi yang lain tsiqat.
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Al-Hakim dan Ibnu Sa’d dari Abu Rasyid dengan lafal yang sebagian besarnya sama.
[Al-Hakim berkata bahwa ini adalah
hadis yang sanadnya shahih, namun Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya beserta sanadnya dalam kitab Shahih mereka].
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Baihaqi dari Jubair bin Nufair, ia berkata: Suatu ketika kami duduk di hadapan Miqdad bin Aswad radhiyallahu ‘anhu di Damaskus.
la duduk di atas sebuah peti yang seluruh sisi atasnya tertutup oleh tubuh Miqdad.
Lalu seorang laki-laki berkata, “Sebaiknya tahun ini engkau tidak usah ikut berperang.”
Miqdad berkata, “Surat Al-Buhûts -yakni surat At-Taubah- telah datang kepada kami. Allah tabaraka wata’âlâ berfirman: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat.” (QS. At-Taubah: 41).
Maka aku merasa ringan untuk berangkat.”
Baca Juga : Bab 6 – Kisah Abu Thalhah Mengenai Jihad dan Abu Ayyub Al-Ansari yang Minta Dikubur Diwilayah Musuh
Sumber : Kehidupan Para Sahabat (Jilid 1).
Kitab Asli : Hayatush Shahabah (Jilid 1).
Karya : Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah. a.