IBNU JARIR Ath-Thabari (4/61) meriwayatkan beserta sanadnya dari Qasim bin Muhammad, ia berkata Mutsanna bin Haritsah radhiyoidhu ‘anhu berkata, “Wahai semua orang jangan sekali-kali kalian menganggu sasaran yang akan kita tuju (Negeri Persia) sebagai sesuatu yang berat.
Baca : Bab 6 – Khalifah Abu Bakar Siapkan Pasukan Melawan Romawi di Syam Serta Khutbahnya Menggerakkan Sahabat Agar Berjihad
Kita telah berhasil menguasai Kawasan Dunan Persia, Kita juga sudah mengalahkan mereka di salah satu sisi kawasan Sawad yang terbaik, merebut separuh kerajaan mereka, dan telah berhasil menghinakan mereka.
Orang-orang kita pun menjadi berani menghadapi mereka, dan insya Allah kita juga akan menguasai negeri mereka yang tersisa.”
Kemudian, Khalifah Umar rodhiyallohu anhu berdiri di hadapan orang-orang dan berkata, “Wilayah Hijaz bukan tempat menetap kalian yang sebenarnya, namun hanya tempat tinggal sementara untuk mencari rerumputan bagi ternak.
Hanya dengan itulah penduduk Hijaz bisa bertahan hidup. Di mana orang-orang muhajirin yang selalu bersegera menggapai janji-janji Allah?
Baca Juga : Bab 6 – Inilah Bentuk Motivasi Utsman bin Affan Dorong Para Sahabat untuk Berjihad Perjuangkan Agama
Berjalanlah kalian di muka bumi yang telah Allah janjikan di dalam kitab suci, bahwa Dia akan menjadikan kalian sebagai pewarisnya.
Allah telah berfirman: “Agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama.” (QS. Ash-Shaff: 9)
Allah akan memberikan kemenangan kepada agama-Nya, memberikan kemuliaan kepada orang yang menolong agama-Nya, dan menjadikan umatnya sebagai penguasa seluruh bangsa.
Di manakah hamba-hamba Allah yang shalih?”
Yang pertama kali menyambut seruan tersebut adalah Abu ‘Ubaid bin Mas’ud. Kemudian diikuti oleh Sa’d bin ‘Ubaid atau Salith bin Qais radhiyallahu ‘anhum.
Kemudian setelah pasukan berkumpul, seseorang berkata kepada Umar, “Tunjuklah salah seorang dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang terdahulu sebagai komandan mereka.”
Namun Umar berkata, “Demi Allah! Aku tidak akan melakukannya. Sesungguhnya Allah meninggikan derajat kalian hanya karena semangat dan kesigapan kalian untuk melawan musuh.
Jadi, apabila menjadi takut dan enggan menghadapi musuh, maka yang paling layak menjadi pemimpin di antara kalian adalah yang paling dahulu maju dan menyambut seruan.
Demi Allah! Aku tidak akan menunjuk sebagai komandan untuk mereka kecuali yang paling dahulu menyambut seruan jihad.”
Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu memanggil Abu ‘Ubaid, Salith, dan Sa’d radhiyallahu ‘anhum. Lalu ia berkata (kepada Salith dan Sa’d), “Seandainya tadi kalian berdua mendahului Abu ‘Ubaid, tentu aku akan menunjuk kalian sebagai
panglima, dan kalian tentu pantas menjabatnya karena keutamaan kalian sebagai orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam.”
Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu
mengangkat Abu ‘Ubaid sebagai panglima pasukan. Ia pun berkata kepada Abu Ubaid, “Dengarkan kata-kata para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan ajak mereka bermusyawarah.
Jangan terburu-buru mengambil keputusan sebelum perkaranya menjadi jelas bagimu. Demikian ini karena yang kamu hadapi adalah urusan perang.
Tidak akan berhasil dalam perang kecuali orang yang tenang dan paham kapan harus melakukan serangan dan kapan tidak boleh melakukan serangan.”
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Thabari (4/61) dari jalur sanad Sya’bi.
Dalam haditsnya disebutkan: Lalu seseorang berkata kepada Umar radhiyallohu ‘anhu, “Tunjuklah salah seorang sahabat sebagai panglima mereka.”
la berkata, “Keutamaan para sahabat hanyalah karena kesigapan mereka untuk menghadapi musuh, dan kesediaan mereka melakukan tugas ketika yang lain menolak mengambil bagian.
Kemudian tatkala orang lain mengambil sikap seperti mereka, sedangkan para sahabat merasa enggan, maka mereka yang siap berangkat berjihad, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, menjadi lebih layak menjadi panglima daripada para sahabat.
Demi Allah! Aku tidak akan menunjuk sebagai komandan untuk mereka kecuali orang yang pertama kali menyambut seruan.”
Kemudian Umar mengangkat Abu ‘Ubaid sebagai panglima, dan menyampaikan pesan kepadanya sehubungan dengan pasukannya.
Khalifah Umar Radhiyallahu ‘Anhu Bermusyawarah dengan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum untuk Memimpin Sendiri Pasukan ke Persia
Diriwayatkan oleh Thabari (4/83) pula dari Umar bin Abdul-Azis, ia berkata: Ketika terdengar oleh Umar radhiyallahu ‘anhu berita tentang gugurnya Abu ‘Ubaid bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu serta bersatunya penduduk Persia di bawah kepemimpinan seorang laki-laki dari keluarga Kisra, ia pun menyerukan pengumuman di kalangan kaum Muhajirin dan Anshar.
Lalu ia sendiri berangkat ke Shirar, la
pun memerintahkan Thalhah bin ‘Ubaidullah agar maju di barisan depan hingga sampai di A’wash.
Untuk sayap kanan, Umar menempatkan Abdurrahman bin Auf. Sedangkan untuk sayap kiri, ia menempatkan Zubair bin ‘Awwam radhiyallahu ‘anhum.
Umar radhiyallahu ‘anhu juga mengangkat Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai penggantinya dalam melaksanakan tugas khilafah di Madinah.
Umar pun meminta pendapat kepada orang-orang (tentang keberangkatannya ke Persia). Semuanya berpendapat agar ia berangkat ke Persia.
Sebelumnya, Umar radhiyallahu ‘anhu tidak bermusyawarah dengan mereka hingga ia tiba di Shirar, dan Thalhah kembali dari A’wash.
Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu bermusyawarah dengan ahli syura.
Thalhah pun sependapat dengan kebanyakan orang. Sedangkan Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu termasuk orang yang mencegah keberangkatan Umar radhiyallahu ‘anhu memimpin pasukan.
Abdurrahman berkata: Sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, aku tidak pernah mengatakan ‘aku relakan bapak dan ibuku sebagai tebusan untukmu’ kepada siapa pun, sebelum ataupun sesudah hari itu.
Namun pada hari itu, aku berkata (kepada Umar), “Wahai Umar! Aku relakan bapak dan ibuku sebagai tebusan untukmu! Serahkan urusannya kepadaku.
Tetaplah engkau tinggal di Madinah. Kirimkan saja pasukan, karena aku merasa yakin bahwa keputusan Allah selalu berpihak kepada pasukanmu, baik sebelum maupun sesudahnya.
Jika pasukanmu dapat dikalahkan, dampaknya tidak sama seperti kekalahanmu. Dan jika kamu terbunuh atau dikalahkan musuh sejak awal, aku khawatir bahwa kaum muslimin tidak akan bisa bertakbir dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah untuk selamanya.”
Kemudian ketika Umar radhiyallahu ‘anhu tengah mencari seseorang yang akan diangkat sebagai komandan pasukan, datanglah surat Sa’d, segera seusai musyawarah yang mereka adakan itu.
Sedangkan Sa’d sendiri sedang bertugas mengurusi zakat di Nejd. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Berikan usulan kepadaku mengenai orang yang pantas menjadi komandan bagi pasukan kita.”
Abdurrahman bin ‘Auf berkata, “Aku telah menemukannya.”
“Siapa dia?” Tanya Umar.
Abdurrahman menjawab, “Seorang pemberani bagaikan singa dengan cakar-cakarnya, yaitu Sa’d bin Malik.”
Seluruh ahli syura pun sependapat dengan Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu.
Sumber : Kehidupan Para Sahabat (Jilid 1).
Kitab Asli : Hayatush Shahabah (Jilid 1).
Karya : Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah. a.