5 - NusrohUpdate

Nabi SAW. Persaudarakan Muhajirin dan Anshar, Saling Mewarisi

876
×

Nabi SAW. Persaudarakan Muhajirin dan Anshar, Saling Mewarisi

Sebarkan artikel ini

IMAM Bukhari meriwayatkan beserta sanadnya, dari Ibnu Abbas RA., la berkata: Ketika orang-orang Muhajirin tiba di Madinah untuk pertama kalinya, seorang muhajir berhak mewarisi saudara anshar-nya, karena ikatan persaudaraan yang telah dikukuhkan di antara mereka oleh Rasulullah SAW.

Baca : Bab 4Pujian Umar RA. Atas Usaha Abu Bakar Menjaga Nabi SAW. Menuju Gua Tsur

Sedangkan kerabat Anshar sendiri tidak berhak mewarisinya. Kemudian turunlah ayat: “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya.” (QS. An-Nisa’: 33).

Maka setelah turun, ayat tersebut me-nasakh hukum waris dengan dasar persaudaraan yang dikukuhkan oleh Rasulullah SAW.

Dalam riwayat ini dinyatakan bahwa yang me-nasakh hukum waris berdasarkan persekutuan adalah ayat ini pula. Sedangkan menurut riwayat yang akan dinukilkan selanjutnya, yang me-nasakh hukum tersebut adalah ayat: “Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagian lebih berhak terhadap sesamanya (daripada kerabat) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama).” (QS. Al-Ahzâb: 6).

Baca Juga : Bab 6Rasulullah SAW. Wafat dan Kembalinya Para Sahabat ke Madinah

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa riwayat yang kedua inilah yang mu’tamad. Mungkin juga bahwa hukum tersebut di-nasakh dua kali: pada mulanya, orang yang bersekutu berhak mewarisi harta pusaka seorang diri, tidak berbagi dengan kerabat pemilik harta.

Lalu turunlah ayat: “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat Kami jadikan pewaris-pewarisnya.” (QS. An-Nisâ: 33).

Dengan demikian, kini sekutu dan kerabat sama-sama berhak atas harta pusaka. Pada tahapan inilah riwayat Ibnu Abbas RA. diposisikan.

Kemudian hukum tersebut di-nasakh lagi oleh ayat dalam surat Al-Ahzab, sehingga hak waris yang tersisa hanyalah untuk kerabat.

Sedangkan bagi seorang sekutu memiliki hak untuk mendapatkan bantuan, pertolongan, dan sejenisnya. Pada tahap inilah riwayat-riwayat yang lain diposisikan).

Menurut riwayat Ahmad, dari hadits riwayat (Amr bin Syu aib, dari ayahnya, dari kakeknya, disebutkan riwayat dengan lafal yang sebagian besarnya sama, sebagaimana di dalam kitab Fathul-Bârî (7/191).

Ibnu Said menyebutkan dengan beberapa sanad Waqidi sampai kepada sekelompok tabiin, mereka berkata: Ketika Nabi SAW. tiba di Madinah, beliau mempersaudarakan antar sesama Muhajirin, juga antara Muhajirin dan Anshar, agar saling membantu. Mereka pun saling mewarisi satu sama lain. Mereka berjumlah tujuh puluh orang.

Sebagian dari kalangan Muhajirin, dan sebagian dari kalangan Anshar. -Ada pula yang mengatakan bahwa mereka berjumlah seratus orang.

Kemudian ketika turun ayat: “Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagian lebih berhak terhadap sesamanya (daripada kerabat) didalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama).” (QS. Al-Ahzâb: 6).

Hukum waris antara mereka dengan dasar persaudaraan yang dikukuhkan oleh Rasulullah tersebut telah dihapuskan.

[Demikian dalam Kitab Fathul-Bârî (7/191)].

Sumber : Kehidupan Para Sahabat (Jilid 1).

Kitab Asli : Hayatush Shahabah (Jilid 1).

Karya : Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah. a.