6 - JihadUpdate

Perang Tabuk, Pengorbanan Nyawa dan Harta Para Sahabat RHum.

1043
×

Perang Tabuk, Pengorbanan Nyawa dan Harta Para Sahabat RHum.

Sebarkan artikel ini

IBNU ‘Asakir (1/105) meriwayatkan beserta sanadnya dari Ibnu Abbas RA., ia berkata: Aku menemui Rasulullah SAW. selang enam bulan setelah beliau kembali dari Tha’if.

Baca : Bab 5Hadits Urwah RA. Mengenai Kaum Anshar

Kemudian Allah memerintahkan beliau untuk mengadakan peperangan terhadap kota Tabuk. Perang inilah yang disebutkan oleh Allah sebagai masa kesulitan (sâ’atul-‘usrah).

Peristiwa ini terjadi ketika cuaca sangat panas, orang-orang munafik bertambah banyak, dan jumlah Ahlush-shuffah semakin banyak pula. -Shuffah adalah sebuah ruangan (di Masjid Nabawi) tempat berkumpulnya orang-orang fakir.

Sedekah senantiasa diberikan kepada mereka oleh Nabi SAW. dan para sahabat lainnya. Apabila terjadi perang, maka para sahabat datang kepada mereka. Satu orang sahabat membawa satu orang atau lebih dari kalangan Ahlush-shuffah serta menanggung makanannya. Mereka pun mempersiapkan keperluannya, berperang bersamanya, dan berharap pahala dari Allah atas amal mereka.

Baca Juga : Bab 6Jadd bin Qais Minta Izin Tak Ikut Perang Tabuk, Takut Tergoda Wanita Romawi

Kemudian Rasulullah SAW. memerintahkan kaum muslimin agar mengorbankan hartanya di jalan Allah dengan mengharapkan pahala. Mereka pun melakukannya dengan mengharapkan pahala dari Allah SWT.

Ada beberapa orang sahabat yang berinfak tanpa menghitung-hitung. Beberapa orang dari kalangan muslimin yang fakir telah diberi kendaraan, namun masih tersisa sekelompok orang. Sedekah yang paling istimewa pada hari itu adalah yang diinfakkan oleh Abdurrahman bin Auf RA. la telah mengorbankan 200 uqiyah.

Umar bin Khattab RA. mengorbankan 100 uqiyah. Sedangkan ‘Ashim Al-Ansari RA. mengorbankan sembilan puluh wasaq kurma. Umar bin Khattab berkata, “Wahai Rasulullah! Aku berpendapat bahwa Abdurrahman bin ‘Auf telah berdosa karena tidak meninggalkan apa-apa untuk keluarganya.”

Lalu, Rasulullah SAW. menanyakan hal tersebut kepada Abdurrahman, “Apakah engkau meninggalkan sesuatu untuk keluargamu?”

Abdurrahman menjawab, “Ya. Lebih banyak dan lebih bagus daripada yang aku infakkan.”

“Berapa?” Tanya beliau.

Abdurrahman berkata, “Rezeki dan kebaikan yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya.”

Seorang lelaki Anshar yang bernama Abu ‘Uqail RA. datang dengan membawa satu sha’ kurma, lalu menginfakkannya.

Orang-orang munafik yang melihat besarnya jumlah infak-infak tersebut mengejek dengan saling mengedipkan mata. Apabila jumlah infak yang diberikan seorang sahabat banyak, mereka mengejeknya dengan saling mengedipkan mata seraya berkata, “Orang yang suka pamer (riya’)!”

Sebaliknya apabila seseorang menginfakkan sedikit kurma sesuai kemampuannya, mereka berkata, “Orang ini lebih memerlukan atas apa yang ia infakkan itu.”

Ketika Abu ‘Uqail datang dengan membawa satu sha’ kurma, ia berkata, “Aku telah menghabiskan waktu sepanjang malam untuk mencari air dengan menggunakan seutas tali dengan upah dua sha’ (kurma). Demi Allah! Aku tidak mempunyai apa-apa selain ini.” -la pun mencoba menjelaskan keadaannya dengan sikap malu-malu (karena infaknya yang sedikit ini). “Lalu aku membawa satu sha’ kurma itu dan meninggalkan satu sha’ untuk keluargaku.”

Maka orang-orang munafik berkata, “Orang ini (Abu ‘Uqail) lebih memerlukan satu sha’ kurmanya itu dibandingkan orang lain.”

Padahal orang-orang munafik itu sendiri -baik yang kaya maupun yang miskin-menanti-nanti sekiranya mereka memperoleh bagian dalam pembagian harta sedekah tersebut.

Kemudian ketika waktu keberangkatan sudah dekat, orang-orang munafik berulang kali meminta izin kepada Rasulullah SAW. untuk tidak ikut berperang. Mereka mengeluhkan hawa panas yang terik. Mereka mengaku takut jika tergoda oleh wanita-wanita di tempat yang akan dituju.

Bahkan mereka bersumpah dengan nama Allah atas perkataan dustanya itu. Maka Rasulullah SAW. mengizinkan mereka untuk tidak ikut berangkat, sedangkan beliau tidak mengetahui apa yang terpendam di dalam hati mereka.

Sebagian dari orang-orang munafik membangun Masjid Nifaq guna menunggu kedatangan si Fasik Abu ‘Amir yang telah pergi ke kerajaan Heraklius dan masih berada di sana, juga Kinanah bin Abdu Yalil dan ‘Alqamah bin ‘Ulatsah Al-‘Amiri.

Surat Bara’ah (At-Taubah) turun berkaitan dengan masalah ini secara bertahap.

Bahkan turun pula ayat yang meniadakan rukhshah (keringanan) bagi orang yang tidak turut berperang. Tatkala Allah ‘azza wajalla menurunkan ayat: “Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat.” (QS. At-Taubah: 41).

Maka orang-orang yang lemah namun berhati tulus dengan beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya, juga orang-orang yang sakit, serta orang-orang fakir mengadu kepada Rasulullah SAW. Mereka berkata, “Dalam perintah ini tidak ada keringanan sedikit pun.”

Sementara orang-orang munafik mempunyai dosa-dosa yang tersembunyi, yang tidak diketahui sampai turunnya ayat itu. Beberapa orang tidak memiliki keyakinan, bahkan juga tidak memiliki uzur.

Surat ini turun berisi penjelasan dan keterangan yang terperinci mengenai keadaan Rasulullah SAW. Surat tersebut menceritakan berita tentang orang-orang yang mengikuti beliau, sampai beliau tiba di Tabuk.

Dari sana, Rasulullah SAW. mengirim ‘Alqamah bin Mujazziz Al-Mudliji RA. ke Palestina, dan mengirim Khalid bin Walid RA. ke Dumatul-Jandal.

Beliau bersabda kepada Khalid bin Walid, “Cepatlah kamu berangkat agar kamu bisa mendapati rajanya yang sedang berburu, lalu kamu dapat menangkapnya.”

Maka Khalid berhasil menemukannya dan menangkapnya.

Sementara itu, orang-orang munafik di Madinah menyebarkan berita-berita bohong tentang keburukan yang menimpa kaum muslimin yang menyertai Rasulullah SAW. Bila sampai kabar kepada mereka bahwa kaum muslimin ditimpa kesusahan dan musibah, mereka bergembira dan saling menyampaikannya sebagai kabar gembira.

Mereka berkata, “Sebelumnya kami telah yakin akan hal itu dan telah memperingatkan mereka mengenainya.”

Namun apabila mereka mendapat kabar tentang keselamatan dan keadaan baik kaum muslimin, mereka merasa bersedih. Kenyataan tersebut diketahui oleh setiap musuh mereka (dari kalangan kaum muslimin) yang berada di Madinah.

Orang-orang munafik, baik dari kalangan Arab Badui maupun yang lain, semuanya menyembunyikan perbuatan buruk serta sikap yang buruk, dan akhirnya terungkap.

Sedangkan orang-orang (mukmin) yang memiliki uzur, semuanya menunggu datangnya keringanan dalam ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah di dalam kitab-Nya.

Surat Bara’ah pun terus turun (secara bertahap), sehingga orang-orang berprasangka macam-macam terhadap orang-orang yang beriman.

Mereka merasa khawatir kalau-kalau semua orang, baik yang tua maupun yang muda, yang telah melakukan dosa dan bertaubat, semuanya akan diturunkan musibah berkaitan dengannya, sampai seluruh surat Barâ’ah selesai diturunkan.

Semua pelaku telah dijelaskan kedudukannya, apakah ia mendapatkan petunjuk atau kesesatan.

Hadits di atas disebutkan pula dalam kitab Kanzul-Ummâl (1/249), dari Ibnu ‘Asakir dan Ibnu ‘A`idz secara panjang lebar.

Sumber : Kehidupan Para Sahabat (Jilid 1).

Kitab Asli : Hayatush Shahabah (Jilid 1).

Karya : Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah. a.