6 - JihadUpdate

Inilah Kisah Semangat dan Kecintaan Para Sahabat Nabi untuk Berjihad di Jalan Allah

225
×

Inilah Kisah Semangat dan Kecintaan Para Sahabat Nabi untuk Berjihad di Jalan Allah

Sebarkan artikel ini

1. Semangat Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu untuk Berjihad

Abu Nu’aim meriwayatkan beserta sanadnya dalam kitab Hilyatul-Auliya (9/37) dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merencanakan untuk berangkat ke lembah Badar.

Baca : Bab 6 – Dorongan Jihad Saad bin Abi Waqqash dan Ashim bin Amr saat Khutbah pada Perang Qadisiyah

Setelah Abu Umamah memutuskan untuk turut berangkat bersama beliau, maka Abu Burdah bin Niyar (pamannya dari pihak ibu), berkata kepadanya, “Tinggallah kamu di rumah untuk merawat ibumu.”

Maka Abu Umamah menimpali, “Engkau saja! Tinggallah engkau di rumah untuk merawat saudara perempuanmu.”

Kemudian Abu Burdah menceritakan kejadian itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Beliau pun menyuruh Abu Umamah agar tinggal di rumah (untuk menjaga ibunya).

Sedangkan Abu Burdah ikut berangkat ke Badar.

Kemudian ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali dari Badar, ibu Abu Umamah telah meninggal dunia. Beliau pun menyalatkannya.

2. Semangat Umar Radhiyallahu ‘Anhu untuk Menempuh Perjalanan di Jalan Allah dan Perkataannya bahwa Jihad Lebih Utama daripada Haji

Imam Ahmad dalam kitab Az-Zuhd, Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan yang lainnya meriwayatkan beserta sanadnya dari Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Jika bukan karena tiga perkara ini, tentu aku lebih suka untuk bertemu dengan Allah (mati). Yaitu: (1) menempuh perjalanan di jalan Allah, (2) meletakkan dahiku di atas tanah pada waktu sujud, atau (3) duduk bersama suatu kaum yang
memetik perkataan yang baik sebagaimana dipetiknya kurma yang baik.” [Demikian dalam kitab Kanzul-‘Ummal).

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan beserta sanadnya dari Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Hendaknya kalian mengerjakan haji! Karena ibadah haji merupakan amal shalih yang diperintahkan oleh Allah. Dan jihad lebih utama daripada haji.”(Demikian dalam kitab Kanzul-‘Ummâl (2/288)].

3. Semangat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhumâ untuk Berjihad

Ibnu ‘Asakir meriwayatkan beserta sanadnya dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Ketika aku dibawa ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar diterima untuk ikut berangkat ke Badar, beliau menganggapku masih terlalu kecil, sehingga beliau tidak menerimaku.

Maka tidak ada satu malam pun yang serupa dengan malam itu ketika aku terus terjaga, bersedih, dan menangis karena tidak diterima oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kemudian pada tahun berikutnya, aku dibawa lagi ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (untuk turut berjihad).

Kali ini beliau menerimaku, sehingga aku memuji Allah atas hal ini.

Suatu ketika seseorang bertanya, “Hai Abu Abdirrahman! Apakah engkau melarikan diri pada hari bertemunya dua pasukan (pada perang Uhud)?”

Ibnu Umar menjawab, “Ya. Lalu Allah mengampuni kami semua. Bagi-Nya segala puji dengan pujian yang banyak. [Demikian dalam kitab Muntakhab Kanzil-‘Ummál (5/231)].

4. Kisah Umar Radhiyallahu ‘Anhu dengan Seorang Lelaki yang Ingin Berjihad

Hannad meriwayatkan beserta sanadnya dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Umar radhiyallahu ‘anhu lalu ia berkata, “Wahai Amirul-Mukminin! Sediakan hewan tunggangan untukku, karena aku ingin pergi berjihad.”

Maka Umar berkata kepada seorang laki-laki yang lain, “Ajaklah ia, dan suruhlah ia masuk ke baitul-mal agar mengambil sendiri apa yang ia inginkan.”

Orang itu pun masuk ke baitul-mal. Di sana ia melihat emas dan perak.

la pun berkata, “Apakah ini? Aku tidak memerlukan semua ini. Yang aku perlukan hanyalah bekal dan hewan tunggangan.”

Kemudian orang-orang membawanya kembali kepada Umar dan menceritakan kepadanya apa yang dikatakan oleh lelaki itu.

Maka Umar menyuruh seseorang agar lelaki itu diberi bekal dan hewan tunggangan.

Umar pun memasangkan pelana untuk lelaki itu dengan tangannya sendiri.

Ketika lelaki itu menaiki hewan tunggangannya, ia mengangkat tangannya, lalu memuji Allah atas perlakuan baik-Nya dan pemberian-Nya kepadanya.

Sementara itu, Umar berjalan di belakangnya sambil berharap agar lelaki itu mau mendoakannya.

Maka seusai lelaki itu memuji Allah, ia berdoa, “Ya Allah! Berikan pula balasan yang terbaik untuk Umar.” [Demikian dalam kitab Kanzul-‘Ummâl (2/288)].

5. Perkataan Umar Radhiyallahu ‘Anhu tentang Keutamaan Orang yang Berjaga di Jalan Allah

Ibnu ‘Asakir meriwayatkan beserta sanadnya dari Artha’ah bin Mundzir bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada orang-orang yang duduk dalam majelisnya, “Siapakah orang yang paling besar pahalanya?”

Orang-orang pun menjawab dengan menyebutkan amalan shalat dan puasa.

Mereka juga berkata, “Si Fulan dan si Fulan, setelah Amirul-Mukminin.”

Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Maukah kalian aku beri tahu mengenai orang yang lebih besar pahalanya daripada orang-orang yang kalian sebutkan itu, juga lebih besar pahalanya daripada Amirul Mukminin?”

“Tentu,” sahut mereka.

Umar berkata, “Seorang lelaki kecil (jelata) di Syam, yang memegang tali kekang kudanya untuk menjaga markas Islam (Madinah).

Ia tidak peduli apakah ia akan diterkam binatang buas, disengat binatang berbisa, atau dikalahkan oleh musuh.

Inilah orang yang lebih besar pahalanya daripada orang orang yang telah kalian sebutkan tadi, juga lebih besar pahalanya daripada Amirul Mukminin.” (Demikian
dalam kitab Kanzul-‘Ummal (2/289)].

6. Kisah Umar dan Mu’adz Bersama Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhum Mengenai Jihad

Ibnu Sa’d meriwayatkan beserta sanadnya dari jalur sanad Waqidi, dari Ka’b bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ketika Mu’adz bin Jabal berangkat ke Syam, Umar bin Khattab berkata, “Sungguh, keberangkatan Mu’adz telah menyebabkan kekurangan di Madinah dan penduduknya dalam hal hukum dan fatwa.

Aku telah berbicara kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu agar menahannya (tetap di Madinah) karena orang-orang memerlukannya.

Namun ia menolak dan berkata,
‘Seseorang yang ingin pergi ke suatu tempat karena ingin mati syahid, maka aku tidak bisa menahannya!’

Aku pun berkata, ‘Demi Allah!Adakalanya seseorang dikaruniai derajat syuhada walaupun ia meninggal di atas tempat tidurnya, yaitu orang yang sangat diperlukan oleh penduduk kotanya”.

Ka’b bin Malik berkata, “Mu’adz bin Jabal biasa memberikan fatwa kepada orang-orang di Madinah semasa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar.” [Demikian dalam kitab Kanzul-‘Ummål (7/87)].

7. Umar Radhiyallahu ‘Anhu Lebih Mengutamakan Orang-orang Muhajirin Terdahulu dalam Majelis daripada Para Pemimpin Kaum

Ibnu ‘Asakir meriwayatkan beserta sanadnya dari Naufal bin ‘Umarah, ia berkata: Harits bin Hisyam dan Suhail bin ‘Amr pernah datang menemui Umar bin Khattab.

Keduanya duduk di samping (kiri dan kanan) Umar, sedangkan Umar berada di antara keduanya. Lalu orang-orang muhajirin terdahulu mulai datang menemui Umar.

Maka Umar berkata, “Duduklah di sebelah sini, hai Suhail! Duduklah di sebelah sini, hai Harits.”

Umar pun menggeser tempat duduk Suhail dan Harits di belakang mereka.

Kemudian orang-orang Anshar mulai datang menemui Umar. Maka Umar menggeser lagi tempat duduk Suhail dan Harits di belakang mereka, hingga berada di ujung majelis.

Lalu ketika keduanya hendak keluar dari majelis Umar, Harits bin Hisyam berkata kepada Suhail bin ‘Amr, “Tidakkah kamu lihat bagaimana kita diperlakukan?”

Maka Suhail berkata kepada Harits, “Hai lelaki! Umar tidak patut dicela. Yang patut dicela adalah kita sendiri.

Ketika diseru (kepada Islam), orang-orang Muhajirin dan Anshar segera menyambut seruan itu. Sedangkan kita, ketika diseru (kepada Islam), berlambat-lambat untuk memenuhinya.”

Setelah orang-orang Muhajirin dan Anshar meninggalkan majelis itu, Suhail dan Harits datang menghampiri Umar, dan berkata, “Wahai Amirul-Mukminin! Kami
telah melihat bagaimana engkau memperlakukan kami hari ini.

Kami juga mengerti bahwa hal itu disebabkan oleh kekurangan kami sendiri. Maka adakah suatu cara untuk mengejar ketertinggalan kami dalam hal keutamaan?”

Umar berkata kepada mereka, “Yang aku tahu hanyalah dengan cara berangkat berjihad ke arah sana.” Umar berkata demikian sambil menunjuk ke arah perbatasan antara negeri kaum muslimin dan negeri Romawi.

Kemudian Suhail dan Harits berangkat ke Syam, dan akhirnya mereka gugur di sana. [Demikian dalam kitab Kanzul-‘Ummâl (7/136)].

Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Zubair dan pamannya, Mush’ab, dari Naufal bin ‘Umarah radhiyallahu ‘anhu dengan lafal yang sebagian besarnya sama, -sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Abdil-Barr dalam kitab Al-Isti’âb (2/111).

Baca juga : Bab 6 – Inilah Kisah Semangat dan Kecintaan Para Sahabat Nabi untuk Berjihad di Jalan Allah (2)

Sumber : Kehidupan Para Sahabat (Jilid 1).
Kitab Asli : Hayatush Shahabah (Jilid 1).
Karya : Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah. a.