AHMAD meriwayatkan beserta sanadnya dari Anas RA., ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh, dalam memperjuangkan agama Allah, aku telah disakiti dengan cara yang tidak pernah dialami orang lain. Dalam memperjuangkan agama Allah, aku telah ditakut-takuti dengan cara yang tidak pernah dialami orang lain. Dan sungguh, telah aku lewati masa tiga puluh hari tiga puluh malam berturut-turut, sedangkan aku dan Bilal tidak memiliki makanan yang layak dimakan oleh makhluk bernyawa, kecuali sekadar makanan yang dapat disembunyikan dengan dikepit ketiak Bilal.”
(Demikian dalam Kitab Al-Bidayah Wan-Nihayah (3/47)).
Baca : Bab 2 – Bai’at Mujasyi’ dan Jarir bin Abdullah atas Islam dan Jihad
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya.
[Tirmidzi berkata bahwa ini hadits hasan shahih. – Demikian dalam kitab At-Targhib wat-Tarhib (5/159)].
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Ibnu Majah dan Abu Nu’aim.
Baca Juga : Bab 4 – Persiapan Yang Dilakukan Abu Bakar RA. Untuk Perjalanan Hijrah
Nabi SAW. Menduga Pamannya Tidak Sanggup Lagi Membelanya
THABRANI dalam kitab Al-Mu’jamul-Ausath dan Al-Mu’jamul Kabir meriwayatkan beserta sanadnya dari ‘Aqil bin Abu Thalib RA., ia berkata: Suatu ketika orang-orang Quraisy datang kepada Abu Thalib, lalu berkata, “Hai Abu Thalib, keponakanmu suka datang kepada kami di halaman rumah dan tempat pertemuan kami, lalu berbicara kepada kami dengan pembicaraan yang mengganggu kami, Jika menurutmu engkau bisa menghentikan ulahnya terhadap kami, maka lakukanlah.”
Lalu ia berkata kepadaku, “Hai ‘Aqil, carikan saudara sepupumu (dan suruh la ke sini).”
Akhirnya aku mendapati beliau di salah satu gubuk milik Abu Thalib. Beliau pun datang dengan berjalan kaki bersamaku seraya mencari-cari naungan untuk berjalan di bawahnya. Namun beliau tidak mendapatkan naungan hingga sampai tempat Abu Thalib.
Abu Thalib berkata kepada beliau, “Hai keponakankut Demi Allah! Sepengetahuanku, dulu kamu begitu taat kepadaku. Namun kini, kaummu telah datang dan berkata bahwa kamu mendatangi mereka di dekat ka’bah dan di dalam perkumpulan mereka, membuat mereka terganggu. Jika sekarang kamu berpikiran untuk menghentikan gangguanmu terhadap mereka tentu lebih baik.”
Maka Rasulullah SAW. mengangkat pandangan matanya ke langit, lalu bersabda, “Demi Allah! Aku tidak sanggup meninggalkan apa yang telah ditugaskan kepadaku seperti halnya salah seorang diantara kalian juga tidak sanggup menyalakan sebuah obor dari matahari.”
Abu Thalib berkata, “Demi Allah! Keponakanku tidak pernah berdusta sama sekali. Pulanglah kalian dengan bijaksana.”
[Haltsami (6/14) berkata: Diriwayatkan oleh Thabarani, dan oleh Abu Ya’la secara agak ringkas pada bagian awalnya. Para perawi dalam sanad Abu Ya’la adalah perawi kitab Shahih].
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Bukhari dalam kitab At-Tarikhul-Kabir dengan lafal yang sebagian besarnya sama, sebagaimana dalam kitab Al-Bidayah (3/42).
Menurut riwayat Baihaqi disebutkan bahwa Abu Thalib berkata kepada Nabi SAW., “Hai keponakanku! Kaummu telah datang kepadaku dan berkata begini-begini…, maka kasihanilah diriku dan juga dirimu sendiri. Dan janganlah kamu membebaniku dengan perkara yang aku dan juga kamu tidak sanggup memikulnya. Maka berhentilah kamu mengganggu kaummu dengan perkataanmu yang tidak mereka sukai.”
Rasulullah SAW. berpikir bahwa pamannya telah berubah pikiran, yakni hendak menghentikan dukungannya dan menyerahkannya kepada orang-orang Quraisy, dan tidak sanggup lagi berdiri di pihaknya.
Maka Rasulullah SAW. bersabda, “Wahai paman, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan ditangan kiriku, aku tetap tidak akan meninggalkan urusan (dakwah) ini hingga Allah menjadikan agama ini unggul atau aku akan binasa dalam memperjuangkannya.”
Kemudian air mata Rasulullah SAW. berlinang dan menangis. Ketika beliau hendak pergi, sementara Abu Thalib melihat keteguhan hati Rasulullah SAW. dalam urusan dakwah, ia pun memanggil beliau, “Hai keponakanku!”
Maka beliau menghadap ke arah Abu Thalib.
Lalu Abu Thalib berkata, “Teruslah kamu menjalankan urusan dakwahmu! Lakukanlah apa yang kamu inginkan! Demi Allah! Aku tidak akan menyerahkanmu kepada siapa pun selamanya.”
[Demikian dalam kitab Al-Bidâyah Wan-Nihâyah (3/42)].
Sumber : Kehidupan Para Sahabat (Jilid 1).
Kitab Asli : Hayatush Shahabah (Jilid 1).
Karya : Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah. a.