Akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berkumpul beserta kaum muslimin yang akan berangkat ke Tabuk, sedangkan aku masih belum membuat persiapan apa pun.
Namun aku berkata dalam hati, “Satu atau dua hari lagi, aku akan membuat.persiapan, kemudian aku akan menyusul mereka.”
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan pasukan berangkat, aku.pergi untuk membuat persiapan.
Namun aku pulang lagi tanpa membuat persiapan.apa pun.
Kemudian besoknya aku pergi lagi untuk membuat persiapan. Namun aku pulang lagi tanpa membuat persiapan apa pun.
Demikianlah, sikap menunda-nunda itu terus memperdayaku hingga pasukan telah bergerak sangat cepat dan lewatlah kesempatanku untuk mengikuti perang tersebut.
Aku ingin sekali berangkat menyusul mereka -andaikan saja aku melakukannya waktu itu! Namun hal itu.tidak ditakdirkan bagiku.
Setelah keberangkatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bila aku keluar dan berjalan berkeliling di antara orang-orang, aku merasa bersedih karena yang aku lihat hanyalah orang yang tertuduh sebagai munafik, atau orang-orang lemah yang Allah berikan keringanan untuk tidak ikut berperang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebut namaku sampai beliau tiba di Tabuk.
Ketika beliau duduk bersama para sahabatnya di Tabuk, beliau bertanya, “Apa yang terjadi dengan Ka’b?”



