3 - RidhoUpdate

Menanggung Penderitaan Untuk Mendapatkan Ridho Allah SWT.

1555
×

Menanggung Penderitaan Untuk Mendapatkan Ridho Allah SWT.

Sebarkan artikel ini

NABI SAW. dan para sahabat RA. menanggung penderitaan, gangguan, rasa lapar dan haus, demi menegakkan agama dan mereka menganggap remeh nyawa mereka sendiri demi mendapatkan keridhaan Allah untuk meninggikan agama-Nya.

Baca : Bab 2Bai’at Para Sahabat Atas Islam

Ini Kata Miqdad RA. Mengenai keadaan Nabi SAW. Ketika Diutus

Abu Nu’aim meriwayatkan beserta sanadnya dalam Kitab Hilyatul Aulia’ (1/175), dari Zubair bin Nufair dari ayahnya, ia berkata; Pada suatu hari, ketika kami sedang duduk bersama Miqdad bin Aswad RA. lewatlah seseorang, lalu berkata: “Beruntunglah dua mata ini (mata Miqdad – maksudnya) yang telah melihat Rasulullah SAW. demi Allah! Sungguh kami ingin dapat melihat apa yang engkau lihat, menyaksikan apa yang telah engkau saksikan.”

Aku pun mendengarkan ucapannya. (Miqdad marah). Maka aku merasa heran atas kemarahannya, karena orang itu tidak berbicara kecuali tentang kebaikan.

Kemudian, Miqdad menghadap ke arah orang itu, lalu berkata: “Apa yang telah menyebabkan salah seorang diantara kalian ingin hadir dalam suatu masa yang Allah Azza wa Jalla tidak menghadirkannya di dalamnya, padahal Ia tidak tahu seandainya, ia mengalami masa itu, bagaimana keadaannya ketika itu?

Baca Juga : Bab 4 Hijrah Nabi SAW

Demi Allah! Sungguh, beberapa kaum telah menyaksikan Rasulullah SAW. namun Allah Azza wa Jalla membuat mereka terjatuh di hidung mereka di dalam Neraka Jahanam.

Mereka tidak memenuhi seruannya dan tidak membenarkan perkataannya. Tidakkah kalian memuji Allah, karena Dia telah menjadikan kalian lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa selain Tuhan kalian, membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi kalian Alaihis Salam, sedangkan cobaan berat telah ditanggung oleh orang lain sehingga kalian tidak perlu menanggungnya?

Demi Allah! Sungguh Nabi SAW. telah diutus dalam keadaan zaman yang paling parah dibandingkan keadaan zaman diutusnya nabi-nabi sebelumnya, yakni pada zaman ketika tidak ada Rasul dan pada zaman Jahiliyah.

Ketika itu orang-orang meyakini bahwa tidak ada agama yang lebih utama dari pada menyembah berhala. Kemudian datanglah Nabi SAW. dengan membawa kitab suci yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan, bahkan memisahkan antara seorang ayah dan anaknya. Demikianlah sampai-sampai ada kalanya seseorang melihat ayahnya, anaknya atau saudaranya dalam keadaan kafir, namun Allah Azza wa Jalla telah membuka hatinya untuk beriman sehingga ia meyakini bahwa binasalah orang yang masuk neraka.

Maka tidak sejuk matanya Ketika ia mengetahui bahwa orang dekatnya berada di dalam neraka. Tentang perkara ini Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami).” (QS. Al-furqan : 74).

Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Thabrani dengan lafal yang semakna dengan beberapa sanad. Dalam salah satu sanad tersebut terdapat Yahya bin Shalih, yang dinyatakan Tsiqat oleh Dzahabi, namun para muhadits menyatakan ucapan miring mengenainya. Sedangkan para perawi yang lain adalah perawi Kitab Shahih – Sebagaimana dikatakan oleh Haitsami dalam kitab Majma’uz Zawa’id (6/17).

Sumber : Kehidupan Para Sahabat (Jilid 1).

Kitab Asli : Hayatush Shahabah (Jilid 1).

Karya : Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah. a.