Pada saat itu barulah semua orang mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam singgah di pemukiman kabilah Bani ‘Amr bin ‘Auf selama sekian belas malam.
Ketika singgah di sana, beliau mendirikan landasan dasar untuk masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba).
Rasulullah shollollahu ‘alaihi wasallam pun mengerjakan salat di dalamnya.
Kemudian beliau mengendarai untanya, diiringi orang-orang dengan berjalan kati sampai akhirnya unta itu duduk di lokasi Masjid Rasulullah shollottáhu ‘alaihi wasollem (Masjid Nabawi).
Ketika itu, tempat tersebut telah digunakan oleh kaum muslimin untuk mengerjakan salat.
Lokasi tersebut adalah tempat mengeringkan kurma milik dua anak yatim piatu yang bernama Sahl dan Suhail yang diasuh oleh As’ad bin Zurarah radhiyallahu ‘anhu.
Ketika unta tersebut menderum di sana, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Insya Allah, tempat inilah yang akan kami jadikan tempat tinggal.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggil kedua anak yatim tersebut, lalu beliau membeli tempat pengeringan kurma milik mereka untuk beliau jadikan masjid.
Kedua anak itu berkata, “Kami lebih memilih untuk menghibahkannya kepadamu wahai Rasulullah!”
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak bersedia menerima hibah tersebut dari mereka dan tetap ingin membelinya.
Kemudian beliau membangun masjid di tempat tersebut.
Ketika membangun masjid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri mengusung batu bata mentah bersama para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Ketika mengusung batu bata, beliau membaca syair:
“Muatan yang diusung ini tidak seperti muatan dari Khaibar. Wahai Rabb kami! Muatan ini lebih berpahala dan lebih suci.”



