8. Perkataan Suhail bin ‘Amr Radhiyallâhu ‘Anhu kepada Para Pemimpin Kaum yang Dinomorduakan Oleh Umar Setelah Orang-orang Muhajirin
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh AI-Hakim (3/282), dari jalur sanad Ibnul-Mubarak, dari Jarir bin Hazim, dari Hasan (Al-Bashri), ia berkata: Sekelompok orang mendatangi pintu rumah Umar radhiyallâhu ‘anhu.
Baca : Bab 6 – Inilah Kisah Semangat dan Kecintaan Para Sahabat Nabi untuk Berjihad di Jalan Allah
Di antara mereka ada Suhail bin ‘Amr, Abu Sufyan bin Harb, dan beberapa pemuka kaum Quraisy lainnya radhiyallâhu anhum.
Maka keluarlah penjaga pintu untuk menyambut mereka. la lebih dahulu mengizinkan orang-orang yang mengikuti perang Badar untuk masuk, seperti Shuhaib, Bilal, dan ‘Ammar radhiyalláhu ‘anhum.
Hasan berkata, “Demi Allahl! Umar juga mengikuti perang Badar. la sangat menyukai mereka. la telah berpesan kepada penjaga pintunya (agar memperlakukan mereka dengan baik, dan juga mendahulukan mereka daripada orang lain).”
Abu Sufyan berkata, “Aku belum pemah melihat kejadian seperti ini sebelumnya. Umar mengizinkan budak-budak itu masuk, padahal kita duduk di sini. Dan ia tidak menoleh ke arah kita.”
Maka Suhail bin ‘Amr berkata -Sungguh, Suhail adalah laki-laki yang baik! Alangkah cerdasnya ia, “Wahai tuan-tuan semua! Demi Allah! Aku telah melihat raut wajah kalian. Jika kalian ingin marah, maka marahlah kepada diri kalian sendiri.
Dahulu mereka diseru (kepada Islam) dan kalian pun diseru, akan tetapi mereka bersegera menyambut seruan itu, sedangkan kalian berlambat-lambat.
Sungguh, demi Allah! Ketertinggalan kalian dari keutamaan yang telah mereka dapatkan lebih parah daripada ketertinggalan kalian dalam memasuki pintu yang kalian perebutkan ini.”
Kemudian Suhail melanjutkan, “Orang-orang itu telah melampaui kalian dengan perkara yang kalian lihat sendiri.
Demi Allah! Tiada jalan bagi kalian untuk menyusul ketertinggalan kalian dari mereka. Maka perhatikanlah jihad itu, dan
teruslah kalian melakukan jihad. Semoga Allah ‘azza wajalla memberi taufik kepada kalian untuk Ikut berjihad dan gugur sebagai syahid,
Kemudian Suhail bangkit sambil mengibaskan bajunya, lalu berangkat bersama pasukan kaum muslmin ke Negeri Syam.
Hasan berkata, “Deml Allah! Benar kata Suhail. Allah tidak menyamakan seorang hamba yang bersegera mendekat kepada-Nya dengan seorang hemba yang berlambat- lambat darl-Nya.”
Demikian Inl disebutkan pula oleh Ibnu ‘Abbas dalam kitab Al-isti’ab (2/110).
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Thabaranl, dari Hasan dengan lafal yang semakna, secara panjang lebar, (Haitsalni (8/A6) berkata: Para rawinya adalah perawi kitab Shahih, hanya saja Hasan (Al-8ashri) tidak mendengar langsung dari Umar radhiyallàhu ‘onhu).
Diriwayatkan pula beserta sanadnya pula oleh Imam Bukharl dalam kitab Tàrikh-nya, juga oleh Bawardi, darl Jalur sanad Humald, darl Hasan dengan lafal yang semakna secara ringkas, -sebagaimana dalam kitab Al-Ishabah (2/94).
9. Suhall Radhiyallâhu ‘Anhu Berangkat Berjihad dan Terus Berada dl Jalan Allah Sampai Meninggal Dunia
Ibnu Sa’d (5/335) meriwayatkan beserta sanadnya darl Abu Sa’id bin Fadhalah -yang termasuk salah seorang sahabat, la berkata: Aku dan Suhail bln ‘Amr rodhiyallôhu ‘anhu bersama-sama berangkat ke Syam.
Aku mendengar la berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallâhu ‘alaihl wasallam bersabda, “Berdirlnya salah seorang di antara kallan di jalan Allah sesaat saja darl umurnya leblh balk daripada amalnya seumur hidup di tengah keluarganya.”
Suhail berkata, “Aku ingin berjaga di daerah perbatasan saja sampal matl, dan tidak akan pulang ke Makah.”
Maka Suhail terus menetap di Syam hingga akhirnya meninggal karena wabah penyakit pes yang melanda Kota ‘Amawas. (Demikian dalam kitab Al-Ishâbah (2/94)).
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Al-Hakim (3/282) darl Abu Sa’id radhiyallâhu ‘anhu dengan lafal yang sama.
10. Harits bin Hisyam Radhiyallâhu ‘Anhu Berangkat Berjihad Dilringl Duka Penduduk Makah
lbnul-Mubarak meriwayatkan beserta sanadnya darl Aswad bin Syalban, dari Abu Naufal bin Abu ‘Aqrab, la berkata: Ketika Harits bin Hisyam radhiyallâhu anhu berangkat meninggalkan Makah (untuk berjihad), penduduk Makah merasa
berduka, sehingga semua orang yang masih mau makan (tanpa terkecuali) turut keluar rumah untuk melepas kepergiannya, Ketika tiba di baglan atas Bathha’, atau di bagian lain di sana, Harits berhenti. Maka orang-orang berhenti di sekitarnya sambil menangis.
Ketika melihat kesedihan mereka, Harits berkata, “Wahal semuanyal Demi Allah! Aku pergi (dari kota Makah) bukan karena aku lebih cinta kepada diriku sendiri daripada kepada kalian, bukan pula karena lebih memilih negeri lain dibanding negeri kalian ini.
Akan tetapi kepergianku ini semata-mata karena perkara agama. Demi perkara ini, sekelompok lelaki Quraisy telah meninggalkan Makah.
Demi Allah! Mereka bukanlah dari kalangan orang-orang terhormat dan terkemuka, bukan pula dari marga-marga yang mulia di kalangan Quraisy.
Demi Allah! Kini, seandainya emas sebesar pegunungan di kota Makah kami infakkan di jalan Allah, kami tetap tidak bisa menggapai pahala satu hari sekalipun di antara hari-hari mereka.
Demi Allah! Meski mereka telah mendahului kami di dunia, kami akan berusaha untuk menyamai mereka di akhirat.
Maka semua orang yang beramal karena Allah, hendaknya merasa takut kepada-Nya.”
Kemudian Harits berangkat menuju Syam disertai rombongannya.
Akhirnya ia gugur sebagai syahid -semoga Allah merahmatinya.[Demikian dalam kitab Al-Isti’âb (1/310)].
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Al-Hakim (3/278) dari jalur sanad Ibnul-Mubarak dengan lafal yang sebagian besarnya sama.
11. Semangat Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘Anhu untuk Berjihad dan Mati Syahid di Jalan Allah
Ibnu Sa’d meriwayatkan beserta sanadnya dari Ziyad, bekas budak keluarga Khalid radhiyallahu ‘anhum, ia berkata: Khalid radhiyallahu ‘anhu berkata menjelang kematiannya, “Tidak ada satu malam pun di muka bumi ini yang lebih aku sukai daripada malam yang sangat dingin bersama satu kesatuan pasukan yang terdiri dari orang-orang muhajirin, yang pada pagi harinya aku akan memimpin mereka menyerang musuh. Maka hendaklah kalian tetap berjihad.”[Demikian dalam kitab Al-Ishabah (1/414)].
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Abu Ya’la dari Qais bin Abu Hazim, ia berkata: Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Suatu malam ketika pengantinku yang aku cintai dihantarkan ke rumahku, atau suatu malam ketika aku diberi kabar gembira dengan kelahiran seorang putra, tidak lebih aku sukai daripada suatu malam yang sangat dingin bersama satu kesatuan pasukan yang terdiri dari orang-orang muhajirin, yang pada pagi harinya aku akan memimpin mereka menyerang musuh.” [Demikian dalam Kitab Majma’uz-Zawa’id (9/350).
Haitsami berkata bahwa para rawinya adalah perawi kitab Shahih]. Abu Ya’la meriwayatkan pula beserta sanadnya dari Qais bin Abu Hazim, ia berkata: Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Jihad di jalan Allah telah menghalangiku untuk banyak membaca Al-Qur’an.” [Haitsami (9/350) berkata bahwa para rawinya adalah perawi kitab Shahih].
Ibnu Hajar menyebutkannya pula dalam kitab Al-Ishâbah (1/414) dari Abu Ya’la, dari Khalid radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Jihad telah menyita kesibukanku sehingga tidak sempat mempelajari banyak ayat Al-Qur’an.”
Ibnul-Mubarak meriwayatkan beserta sanadnya dalam kitab Al-Jihad dari ‘Ashim bin Bahdalah dari Abu Wa il, ia berkata: Ketika Khalid radhiyallahu ‘anhu hampir meninggal dunia, ia berkata, “Sungguh, aku telah mencari-cari kesempatan untuk menjadi syahid di tempat-tempat yang sangat memungkinkan, akan tetapi yang
ditakdirkan untukku adalah mati di atas tempat tidurku.
Setelah aku mengucapkan La ilaha illallah, tidak ada amalan apa pun yang lebih aku harapkan ganjarannya daripada suatu malam yang aku lalui sambil mengenakan perisai, sedangkan langit menurunkan hujannya ke atasku dengan derasnya hingga waktu Shubuh.
Lalu (ketika pagi tiba), kami pun menyerang orang-orang kafir.”
Kemudian Khalid radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika aku mati, carilah senjata dan kudaku. Kemudian jadikan barang-barang itu sebagai persiapan jihad di jalan Allah.”
Ketika Khalid radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, Umar radhiyallahu ‘anhu.pergi menyaksikan jenazahnya.
Lalu Umar berkata, “Tidak mengapa para wanita.di keluarga besar Walid untuk meneteskan air mata karena kematiannya, selama tidak menaburkan debu di kepala sendiri atau menangis dengan suara yang keras.”
[Demikian dalam kitab Al-Ishâbah (1/415). Ibnu Hajar berkata: Ini menunjukkan bahwa Khalid wafat di Madinah.
Akan tetapi kebanyakan riwayat menunjukkan bahwa ia wafat di Kota Hims.]
Diriwayatkan pula beserta sanadnya oleh Thabarani dari Abu Wa’il dengan lafal yang sebagian besarnya sama secara ringkas. [Haitsami (9/350) berkata bahwa sanadnya hasan].
Baca juga : Bab 6 – Semangat Bilal dan Miqdad Berperang di Jalan Allah, Keteguhan Atas Agama Gambaran Hidup Mereka
Sumber : Kehidupan Para Sahabat (Jilid 1).
Kitab Asli : Hayatush Shahabah (Jilid 1).
Karya : Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah. a.